Buku ini, para cendekiawan sekalian yang budiman, adalah pengalaman, bukan penjelasan. Bayangkan sejenak kita berada di sebuah simposium sastra, bukan lagi di kursi berjejer kaku dengan layar presentasi yang memusingkan. Alih-alih berdebat tentang dekonstruksi naratif Foucault atau intertekstualitas Roland Barthes hingga urat leher menegang, kita justru diajak merasakan sebuah ayat dengan segenap jiwa. Rasanya seperti kakek-kakek yang khusyuk menyeruput kopi tanpa perlu menganalisis kandungan kafein, dan pahitnya yang nikmat. Demikian pula puisi. “Gemercik UI” ini dengan lembut menyingkap tabir bahwa keindahan dan kedalaman sebuah karya tak perlu diurai hingga kering, seperti mencoba mengeringkan samudra dengan pengering rambut berukuran saku. Justru, ia perlu dirayakan dalam misterinya, bak senyum Mona Lisa yang tak terpecahkan namun tetap memukau, atau seperti mengapa tesis kita selalu butuh revisi ke-sekian kalinya.
Related products
